Let God and time answer it
Dia indah meretas gundah
Dia yang selama ini ku nanti
Membawa sejuk, memanja rasa
Dia yang selalu ada untukku
Dia yang selama ini ku nanti
Membawa sejuk, memanja rasa
Dia yang selalu ada untukku
Di dekatnya aku lebih tenang
Bersamanya jalan lebih terang
Tetaplah bersamaku jadi teman hidupku
Berdua kita hadapi dunia
Kau milikku ku milikmu kita satukan tuju
Bersama arungi derasnya waktu
Kau milikku, ku milikmuKau milikku, ku milikmu
Bersamanya jalan lebih terang
Tetaplah bersamaku jadi teman hidupku
Berdua kita hadapi dunia
Kau milikku ku milikmu kita satukan tuju
Bersama arungi derasnya waktu
Kau milikku, ku milikmuKau milikku, ku milikmu
Di dekatnya aku lebih tenang
Bersamanya jalan lebih terang
Tetaplah bersamaku jadi teman hidupku
Berdua kita hadapi dunia
Kau milikku ku milikmu kita satukan tuju
Bersama arungi derasnya waktu
Bersamanya jalan lebih terang
Tetaplah bersamaku jadi teman hidupku
Berdua kita hadapi dunia
Kau milikku ku milikmu kita satukan tuju
Bersama arungi derasnya waktu
Bila di depan nanti
Banyak cobaan untuk kisah cinta kita
Jangan cepat menyerah
Kau punya aku, ku punya kamu, selamanya kan begitu
Tetaplah bersamaku jadi teman hidupku
Berdua kita hadapi dunia
Kau milikku ku milikmu kita satukan tuju
Bersama arungi derasnya waktu
Banyak cobaan untuk kisah cinta kita
Jangan cepat menyerah
Kau punya aku, ku punya kamu, selamanya kan begitu
Tetaplah bersamaku jadi teman hidupku
Berdua kita hadapi dunia
Kau milikku ku milikmu kita satukan tuju
Bersama arungi derasnya waktu
Kau milikku, ku milikmu
Kau jiwa yang selalu aku puja
Kau jiwa yang selalu aku puja
Tulus - Teman Hidup
(sayang kenyataan tak seindah sebuah lagu)
Pernahkah kamu berada di satu masa dimana kamu sangat menyayangi seseorang, bukan karena nilai fisik atau apapun yang ada di dalam dirinya, melainkan memang kamu menyayangi orang itu tanpa alasan atau syarat? Jadi saat orang-orang bertanya padamu, kenapa kamu suka atau sayang sama dia? Kamu akan menjawab, gak tau, aku juga bingung, suka aja.
Pernahkah kamu rela mengorbankan perasaanmu, takut memberitahukan apa yang kamu rasakan, takut dia akan membencimu atau menjauhimu bila ia tahu apa yang sebenarnya kamu rasakan, jadi kamu hanya menunggu dan menunggu tanpa ada kepastian yang jelas?
Dan pernahkah kamu merasakan satu masa dimana kamu merasa sedih, takut kehilangan, bahkan sakit hati, padahal idealnya kamu tidak pantas merasakan itu semua? Atau istilahnya, memang kamu siapa? Buat apa kamu merasa sedih, sakit hati atau bahkan takut kehilangan orang yang bahkan tidak berstatus apa-apa untukmu?
Aku sedang merasakan ketiganya.
Aku sedang menunggu seseorang. Aku tidak tahu harus menjawab apa bila orang2 bertanya "Mengapa kamu hanya menunggu dia saja?" Aku tidak tahu. Aku hanya mengasihinya dan hanya ingin menunggunya. That's it. Namun aku tidak pernah berani untuk memberitahukannya langsung. Hanya mengeluarkan serangkaian kode yang bahkan lebih sulit dimengerti daripada kode morse dalam pramuka. Dan entahlah, this sounds ridiculous, but I'm afraid that I will lose him. Aku sangat sedih bila mengetahui ia lebih dekat dengan orang lain, sedangkan aku? Bisa mengobrol dengannya saja sudah bagus. Akhir-akhir ini, this sounds so silly, I feel so damn fak'in sad. Sudah dua malam ini gulingku basah. Basah karena airmataku. Tapi sekilas terdengar suara yang meneriakiku dengan suara parau: "Yaela kenapa sedih? Emang kamu siapa? Emang dia siapa?" suaranya terdengar seperti berteriak namun aku tidak mendengarnya dengan jelas karena aku tidak peduli dan menutup telingaku.
Fyi, aku sekarang sedang kuliah. Kampus ku ada di daerah Bintaro, Jakarta Selatan dan aku tinggal di daerah Gajah Mada, Jakarta Barat.
Perjalanan ke kampus ku tempuh selama kurang lebih 2 jam. 1 jam di bus transjakarta dan 1 jam lagi di metromini. Hampir setiap hari (aku libur hanya hari Minggu) aku naik bus transjakarta dari Gajah Mada sampai ke blok M, kemudian dilanjutkan dengan naik metromini sampai ke tujuanku, Bintaro.
Sampai di blok M, aku harus menemukan metromini bernomor 74. Metromini inilah yang akan mengantarku sampai ke tujuan. Setiap aku turun dari bus transjakarta, aku akan berdiri di platform dimana banyak metromini termasuk metromini 74 akan lewat dan aku akan naik dari platform itu.
Saat aku menunggu metromini bernomor 74 (entah hanya perasaanku atau memang benar tapi aku merasa bahwa metromini ini tidak lebih sering datang --maafkan bahasaku yang rumit-- dibandingkan dengan metromini nomor lain, apalagi saat hari Sabtu), banyak metromini berlalu lalang. Kernet-kernet merayu para calon penumpang agar mereka mau naik ke metromini yang mereka promosikan. Tidak mudah, karena semua penumpang punya tujuan mereka masing2 dan bila mereka salah naik, mereka tidak akan sampai ke tujuan mereka. Mana mungkin penumpang yang ingin pergi ke Ciledug menaiki metromini yang tujuannya ke Bintaro?
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Sampai disini kamu pasti bingung dan bertanya-tanya apa korelasi antara 3 pertanyaanku di atas dengan pengalamanku seputar metromini.
Sama seperti penumpang lain, aku juga punya tujuan. Aku pasti akan menaiki metromini benomor 74 untuk sampai ke kampusku. Kalau aku naik metromini lain, apakah aku bisa sampai di tujuan? Ada juga sih metromini lain bernomor 71 yang lewat kampusku juga, tapi rutenya lebih jauh dan aku berisiko terlambat masuk bila aku menaiki metromini itu. Dan apa yang harus kulakukan bila aku belum menemukan metromini 74? Pilihanku ada dua. Menunggu atau naik metromini 71 yang rutenya lebih jauh.
Aku lebih suka pilihan pertama. Menunggu.
This sounds ridiculous again, but this thing suddenly flow in my brain. Aku tiba-tiba memikirkan hal ini suatu hari saat aku dalam perjalanan pulang menuju rumah dari kampus.
Di paragraf kelima aku bilang aku sedang menunggu seseorang. I'm waiting for someone. Dan aku merasa penantianku mirip dengan penantianku akan metromini 74. HAHAHA
Banyak, hmm tidak banyak juga sih, tapi setidaknya ada teman pria yang mendekatiku. Melakukan sesuatu untuk menarik perhatianku (sungguh aku tidak bermaksud sombong) tapi aku menolak dengan halus bahkan mengabaikan mereka demi menunggu seseorang. Maaf bila ini terdengar jahat, maaf juga bila aku menyakiti perasaan kalian, tapi inilah kenyataannya.
Sama halnya dengan yang kulakukan terhadap metromini lain yang lewat ketika aku sedang menunggu metromini 74. Ada kernet yang mempengaruhi ku, dia bilang metromini 74 lama datangnya, ia menggunakan kata-kata saktinya agar aku luluh kemudian naik metromininya dan ia akan dapat uang bagi hasil dari supirnya. Namun setelah kutolak dan kuabaikan ia pergi dengan gusar. Ada juga metromini yang langsung pergi mengabaikanku begitu saja.
Sama dengan respon 'teman' yang kutolak secara halus atau bahkan kuabaikan. Ada yang menerima, ada yang pergi begitu saja dan kami seolah tidak pernah saling kenal lagi.
Aku tidak bermaksud mengecilkan makna menunggu 'teman hidup' dengan membandingkannya dengan menunggu kendaraan umum such as metromini. Tapi coba pikirkan, cukup relevan, bukan?
Hanya perbedaannya, aku sudah tau kemana aku akan menuju setelah aku menaiki metromini pilihanku. Namun aku tidak tahu dan masih menerka-nerka apakah aku berada dalam tujuan yang benar saat aku memilih seseorang sebagai 'teman hidupku'. Apakah 'dia' ini orang yang benar-benar Tuhan percayakan untukku? Apakah orang yang kutunggu ini benar-benar orang yang akan menjadi tujuan akhirku? Bersamanya dan mungkin bersama anak-anakmu kelak nanti aku akan menghabiskan sisa hidupku?
Masa depan atau hal yang ada di depanmu memang sulit diterka, karena itu rahasia yang tidak dibocorkan Tuhan untukmu. "Lakukan bagianmu dan aku akan melakukan bagian-Ku." suatu perkataan yang terkadang bisa menghiburku, dan terkadang bisa membuatku bertanya, kapan Tuhan akan melakukan bagian-Nya? (mungkin Tuhan akan menggelengkan kepala-Nya saat mendengar keluhanku)
Hari ini, bisa saja kamu sedang dekat sekali dengan orang yang kamu anggap sebagai tujuan akhirmu. Kamu akan sering berkomunikasi dengannya, tertawa karenanya, tapi siapa yang tahu jangan-jangan besok kamu bahkan tidak bertegur sapa lagi dengannya, hanya karena kamu merasa kecewa karena ia tidak memiliki perasaan yang sama denganmu dan merasa bahwa kamu telah memilih tujuan yang salah.
Entahlah. Biarkan Tuhan dan waktu yang akan menjawab.
Fyi, aku sekarang sedang kuliah. Kampus ku ada di daerah Bintaro, Jakarta Selatan dan aku tinggal di daerah Gajah Mada, Jakarta Barat.
Perjalanan ke kampus ku tempuh selama kurang lebih 2 jam. 1 jam di bus transjakarta dan 1 jam lagi di metromini. Hampir setiap hari (aku libur hanya hari Minggu) aku naik bus transjakarta dari Gajah Mada sampai ke blok M, kemudian dilanjutkan dengan naik metromini sampai ke tujuanku, Bintaro.
Sampai di blok M, aku harus menemukan metromini bernomor 74. Metromini inilah yang akan mengantarku sampai ke tujuan. Setiap aku turun dari bus transjakarta, aku akan berdiri di platform dimana banyak metromini termasuk metromini 74 akan lewat dan aku akan naik dari platform itu.
Saat aku menunggu metromini bernomor 74 (entah hanya perasaanku atau memang benar tapi aku merasa bahwa metromini ini tidak lebih sering datang --maafkan bahasaku yang rumit-- dibandingkan dengan metromini nomor lain, apalagi saat hari Sabtu), banyak metromini berlalu lalang. Kernet-kernet merayu para calon penumpang agar mereka mau naik ke metromini yang mereka promosikan. Tidak mudah, karena semua penumpang punya tujuan mereka masing2 dan bila mereka salah naik, mereka tidak akan sampai ke tujuan mereka. Mana mungkin penumpang yang ingin pergi ke Ciledug menaiki metromini yang tujuannya ke Bintaro?
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Sampai disini kamu pasti bingung dan bertanya-tanya apa korelasi antara 3 pertanyaanku di atas dengan pengalamanku seputar metromini.
Sama seperti penumpang lain, aku juga punya tujuan. Aku pasti akan menaiki metromini benomor 74 untuk sampai ke kampusku. Kalau aku naik metromini lain, apakah aku bisa sampai di tujuan? Ada juga sih metromini lain bernomor 71 yang lewat kampusku juga, tapi rutenya lebih jauh dan aku berisiko terlambat masuk bila aku menaiki metromini itu. Dan apa yang harus kulakukan bila aku belum menemukan metromini 74? Pilihanku ada dua. Menunggu atau naik metromini 71 yang rutenya lebih jauh.
Aku lebih suka pilihan pertama. Menunggu.
This sounds ridiculous again, but this thing suddenly flow in my brain. Aku tiba-tiba memikirkan hal ini suatu hari saat aku dalam perjalanan pulang menuju rumah dari kampus.
Di paragraf kelima aku bilang aku sedang menunggu seseorang. I'm waiting for someone. Dan aku merasa penantianku mirip dengan penantianku akan metromini 74. HAHAHA
Banyak, hmm tidak banyak juga sih, tapi setidaknya ada teman pria yang mendekatiku. Melakukan sesuatu untuk menarik perhatianku (sungguh aku tidak bermaksud sombong) tapi aku menolak dengan halus bahkan mengabaikan mereka demi menunggu seseorang. Maaf bila ini terdengar jahat, maaf juga bila aku menyakiti perasaan kalian, tapi inilah kenyataannya.
Sama halnya dengan yang kulakukan terhadap metromini lain yang lewat ketika aku sedang menunggu metromini 74. Ada kernet yang mempengaruhi ku, dia bilang metromini 74 lama datangnya, ia menggunakan kata-kata saktinya agar aku luluh kemudian naik metromininya dan ia akan dapat uang bagi hasil dari supirnya. Namun setelah kutolak dan kuabaikan ia pergi dengan gusar. Ada juga metromini yang langsung pergi mengabaikanku begitu saja.
Sama dengan respon 'teman' yang kutolak secara halus atau bahkan kuabaikan. Ada yang menerima, ada yang pergi begitu saja dan kami seolah tidak pernah saling kenal lagi.
Aku tidak bermaksud mengecilkan makna menunggu 'teman hidup' dengan membandingkannya dengan menunggu kendaraan umum such as metromini. Tapi coba pikirkan, cukup relevan, bukan?
Hanya perbedaannya, aku sudah tau kemana aku akan menuju setelah aku menaiki metromini pilihanku. Namun aku tidak tahu dan masih menerka-nerka apakah aku berada dalam tujuan yang benar saat aku memilih seseorang sebagai 'teman hidupku'. Apakah 'dia' ini orang yang benar-benar Tuhan percayakan untukku? Apakah orang yang kutunggu ini benar-benar orang yang akan menjadi tujuan akhirku? Bersamanya dan mungkin bersama anak-anakmu kelak nanti aku akan menghabiskan sisa hidupku?
Masa depan atau hal yang ada di depanmu memang sulit diterka, karena itu rahasia yang tidak dibocorkan Tuhan untukmu. "Lakukan bagianmu dan aku akan melakukan bagian-Ku." suatu perkataan yang terkadang bisa menghiburku, dan terkadang bisa membuatku bertanya, kapan Tuhan akan melakukan bagian-Nya? (mungkin Tuhan akan menggelengkan kepala-Nya saat mendengar keluhanku)
Hari ini, bisa saja kamu sedang dekat sekali dengan orang yang kamu anggap sebagai tujuan akhirmu. Kamu akan sering berkomunikasi dengannya, tertawa karenanya, tapi siapa yang tahu jangan-jangan besok kamu bahkan tidak bertegur sapa lagi dengannya, hanya karena kamu merasa kecewa karena ia tidak memiliki perasaan yang sama denganmu dan merasa bahwa kamu telah memilih tujuan yang salah.
Entahlah. Biarkan Tuhan dan waktu yang akan menjawab.
Comments
Post a Comment