There's a life after death


Pagi ini suasana hutan masih seperti biasa. Sejuk, sesekali terdengar suara tupai sedang memecah kacang kenari. Pohon-pohon dan tanaman-tanaman di hutan juga sedang asyik bercengkrama dan bercanda ria.

"Kemarin tupai itu terpeleset setelah ia mencoba memanjatku, hahaha.." Poni si pohon besar berdaun lebat terkekeh, memulai percakapan.

"Hahaha, lagipula dahan dan batangmu licin sekali. Lihat saja dahanku, basahnya hanya sebentar." sahut Lilo, pohon yang ukurannya lebih kecil daripada Poni.

"Masih untung kalian punya dahan dan batang yang kuat. Lihat aku, selalu diinjak-injak hewan yang lewat disini, sakit tahu. Untunglah Tuhan masih sayang padaku, tidak membiarkan aku mati diinjak-injak." sahut Grassy, rumput liar yang tumbuh di sekitar mereka.

"Aduh, aku makin tua saja. Lihat kulitku, ihh, kasar sekali. Sudah terkelupas pula." keluh Rara, si pohon tua.

"Ah, tapi kan kamu masih tetap cantik kok. Tidak seperti aku yang besar, bau lagi." sambung Fresia, bunga rafflesia besar berwarna merah terang yang tumbuh di sebelah Rara.

"Hei, walau begitu kan kamu punya banyak teman, tuh, lalat-lalat itu suka sekali main di dekatmu." sahut Rara, menghibur Fresia.

Tiba-tiba suasana damai yang mereka rasakan terusik oleh suara derap kaki yang keras dan cepat. Sayup-sayup terdengar juga suara mesin kendaraan dari kejauhan.

"Huh, mereka datang lagi." gerutu Poni kesal.

"Siapa? Manusia-manusia itu lagi? Cih, mau apa mereka?" sahut Lilo sinis.

"Aduh, ada apa ini, mengganggu tidurku saja." Lulu, saudara kembar Lilo yang dari tadi sedang tidur menjadi terbangun.

Tidak ada yang menjawab pertanyaan Lulu, karena manusia-manusia itu semakin mendekat ke arah mereka. Binatang-binatang yang sedari tadi berkeliaran di sekitar mereka langsung lari, menghindari para manusia. Pohon-pohon dan tanaman-tanaman lain tidak berani bercengkerama lagi. Fresia melirik Grassy yang menahan sakit karena tubuhnya diinjak oleh segerombolan manusia yang memakai sepatu bersol tajam.

"Jadi, mau ditebang yang mana bos?" tanya seorang pria pendek yang suaranya melengking, membuat Rara menahan tawa saat mendengar suaranya.

Pria yang ditanyai mengusap-usap dagunya yang ditumbuhi jenggot tipis-tipis. Ia terlihat sedang memikirkan sesuatu membuat para pohon was-was.

"Tebang semua aja bos! Kalau perlu bakar! Kita buka pabrik baru!" sambung pria lain yang memakai topi berwarna hitam. Para pohon dan tumbuhan melotot marah saat mendengar perkataannya.

"Hmm, tidak, tidak. Jangan ambil risiko. Kalau kita bakar hutan ini, asapnya terlalu banyak. Nanti kalau asapnya menyebar sampai ke pemukiman penduduk, bisa celaka nasib kita dituntut mereka." sahut si bos berjanggut tipis itu.

"Jadi gimana bos?" tanya si pria kecil melengking lagi.

"Tebang saja pohon yang sudah tua. Kita hasilkan produk baru. Aku punya ide bagus. Kita buat kertas dari pohon terbaik, yang tidak pernah dipikirkan oleh perusahaan lain! Kan belum banyak yang tau tentang keberadaan hutan ini." sahut si bos dengan nada yakin.

"Oke bos! Ayo bos, kita cepat-cepat keluar dari sini, bunga bangkai nya bau!" keluh si pria bertopi hitam. Fresia hanya menggerutu kesal karena dijelek-jelekkan oleh pria itu.

"Besok, kalian perintahkan anak buah kalian datang lagi ke sini. Ingat, pilih pohon yang bagus! Awas kalau sampai kalian salah pilih. Gaji kalian juga aku tebang nanti!" ancam si bos.

"Siap bos!" sahut si pria kecil dan pria bertopi kompak. Kemudian mereka pergi meninggalkan hutan itu.

Sepeninggal manusia-manusia itu, para pohon langsung mengeluh.

"Enak saja mereka, tinggal tebang-tebang saja." gerutu Lilo kesal.

"Iya! Aku heran sepatu mereka terbuat dari apa sih? Sakit sekali saat mereka menginjakku. Lebih sakit daripada tupai-tupai yang biasa menginjakku." sambung Grassy tak kalah kesal.

"Tapi bagaimana kalau ternyata mereka benar-benar ingin menebang kalian?" keluh Fresia gelisah.

"Kalau aku sih pasrah saja lah. Toh aku sudah tua, sudah keriput, sudah jelek." jawab Rara dengan suara lemah.

"Jangan begitu dong! Kita tidak bisa biarkan mereka menebang kita seenaknya. Kalau tidak ada kita, bagaimana nasib binatang lain? Bagaimana nasib tupai yang rumahnya ada di dahanku?" sambung Poni berapi-api.

"Lalu kita bisa apa? Coba dahanku ini bisa kugerakkan sesuka hatiku, sudah kucekik mereka." ujar Lilo sebal.

"Sudahlah teman-teman. Tidak ada gunanya kalian menggerutu, kesal. Aku yakin, walaupun kita semua ditebang, kita pasti bisa berguna untuk manusia-manusia itu." tiba-tiba suara lembut Lulu terdengar memecah perdebatan mereka.

"Iya, kita memang bisa berguna untuk mereka, tapi bagaimana nasib binatang-binatang yang selama ini bergantung pada kita?" sambung Poni gemas.

"Lagipula, apa benar mereka akan memanfaatkan kita dengan baik? Aku banyak mendengar kabar tentang pohon-pohon di kota besar. Batang mereka dijadikan alas untuk menempelkan kertas, papan pengumuman, bahkan ada yang batangnya di paku, hiiiiy, jahat sekali mereka." sahut Lilo tak kalah gemas.

"Lalu kita bisa apa? Aku yakin Tuhan yang menciptakan kita juga punya rencana untuk diri kita, dan untuk hutan ini juga." sambung Lulu bijak.

Semua terdiam. Fresia dan Grassy menahan air mata mereka. Rara sudah menangis dari tadi. Poni dan Lilo berusaha keras untuk tidak menampilkan wajah sedih.

"Kalau kalian ditebang, siapa yang akan menjagaku? Aku pasti langsung terkena sinar matahari, diinjak-injak, kering, lalu mati." isak Grassy sedih.

"Lalu siapa yang akan menghiburku ketika aku merasa rendah diri karena aku bau? Oh, aku akan sangat merindukan kalian, teman-teman." sambung Fresia tak kalah sedih.

Akhirnya tangis tak dapat dibendung lagi. Para pohon dan tanaman hutan semuanya menumpahkan air mata mereka, tak terkecuali Poni dan Lilo yang sedari tadi protes tentang penebangan mereka. Seakan sadar bahwa sebentar lagi tempat tinggalnya hilang, tupai yang tinggal di rumah Poni pun membereskan kacang kenari yang dikumpulkannya di dahan Poni, lalu turun perlahan-lahan. Poni dan pohon lain menatapnya sedih.

Keesokan harinya, hal yang mereka takutkan pun terjadi. Si bos datang bersama anak buahnya yang jauh lebih banyak daripada kemarin. Fresia dan Grassy menunduk sedih, tidak berani melihat teman-teman mereka ditebang habis. Pohon-pohon diluar kawasan mereka sudah banyak yang ditebang, hingga akhirnya tibalah giliran mereka. Dimulai dari Rara, si pohon tua yang ternyata kayunya sangat bagus untuk dibuat kertas, lalu Poni yang besar dan kuat, disusul Lilo dan Lulu yang batang kayunya sangat halus dan wangi segar. Para pohon-pohon itu ikut menangis keras saat melihat Fresia dan Grassy mengucapkan selamat tinggal pada mereka. Dan akhirnya hanya tinggal bonggol-bonggol kayu bekas tebangan mereka. Para tupai yang biasa bermain bersama mereka kemudian datang, dan ikut mengusap bonggol-bonggol kayu itu dengan sedih.

Waktu berlalu, ternyata mereka diolah menjadi bahan yang berguna bagi manusia. Lulu dan Lilo diolah menjadi kertas buku tulis dan buku pelajaran yang kualitasnya tinggi, Poni menjadi meja dan kursi yang dipakai di sekolah-sekolah, kayu Rara diolah menjadi pensil yang terkenal dan banyak dipakai oleh manusia. Dan suatu hari, kertas hasil olahan mereka juga dipakai menjadi buku pelajaran di sekolah perhutanan yang terkenal di kota itu. Bersyukurlah, lewat buku itu manusia semakin sadar bahwa mereka tidak boleh hanya mengambil, tetapi harus menanamnya kembali.

Fresia dan Grassy duduk lemas. Sinar matahari sangat terik, dan tidak ada lagi yang menaungi mereka dari panas matahari itu. Fresia semakin tua, warna merahnya tidak lagi seterang dulu. Grassy semakin lemas, rambutnya semakin tipis karena diinjak-injak dan terkena sinar matahari. Tiba-tiba mereka mendengar suara mesin kendaraan lagi.

"Mau apalagi sih mereka? Kurang puas ya mereka sudah menebang teman-teman kita." gerutu Grassy dengan suara parau.

Belum sempat Fresia menjawab, tiba-tiba segerombolan pemuda masuk ke kawasan mereka. Penampilan mereka lebih terpelajar daripada bos dan anak buahnya yang datang ke sini bertahun-tahun lalu.

"Jadi, disini juga ditanam. Disini, disini, disini, disini juga." ucap seorang pemuda yang memakai rompi berwarna coklat menunjuk bonggol kayu milik Poni, Lilo, Lulu, dan Rara.

"Yang didepan semuanya juga?" tanya pemuda lain yang berkacamata.

"Iya, semuanya tanpa kecuali. Ingatkan tentang pelajaran yang kita pelajari? Kita harus kembalikan hutan ini. Tuh lihat, rumput-rumputnya, mulai rusak. Hewan-hewannya juga susah cari tempat tinggal dan cari makanan." sahut pemuda berrompi itu mantap, membuat Fresia dan Grassy terharu.

"Baiklah, kapan kita sebar bibit pohon-pohon barunya?" tanya pemuda berkacamata itu lagi.

"Secepatnya lah. Besok, atau sekarang saja kalau kita bawa bibitnya." sahut pemuda berrompi.

"Sayang aku gak bawa bibitnya hehehe. Kita mulai saja besok." jawab pemuda berkacamata itu terkekeh.

"Dasar. Ya sudah, besok kita ajak teman-teman kita yang lain, biar hutan ini kembali seperti semula." ucap pemuda berrompi itu antusias, lalu mereka pun meninggalkan hutan.

Fresia dan Grassy menangis haru. Sebentar lagi mereka akan mendapatkan teman baru, karena teman mereka yang lama sudah ditebang, dan digunakan untuk memproduksi yang baru lagi. There's a new life after death.

Comments

Popular posts from this blog

Terima Kasih untuk Segalanya

Bahasa Indonesia

'Cause We're Only Human