Let God and time answer it part 2
Tak ku tahu kan hari
esok
namun langkahku tegap
Bukan surya kuharapkan
karena surya kan lenyap
namun langkahku tegap
Bukan surya kuharapkan
karena surya kan lenyap
Oh tiada ku gelisah
akan masa menjelang
Ku berjalan serta Yesus
maka hatiku tenang
akan masa menjelang
Ku berjalan serta Yesus
maka hatiku tenang
Banyak hal tak
kupahami
dalam masa menjelang
Tapi t’rang bagiku ini
tangan Tuhan yang pegang
dalam masa menjelang
Tapi t’rang bagiku ini
tangan Tuhan yang pegang
Tuhan yang Pegang –
Nyanyikanlah Kidung Baru (NKB) 49
“Angin
bertiup ke mana ia mau, dan engkau mendengar bunyinya, tetapi engkau tidak tahu
dari mana ia datang atau ke mana ia pergi.”
Happy
new year everybody! Well walaupun telat, but it’s page 11 of 365. Udah lama banget ga
nulis, udah sibuk kuliah (cieh), ditambah mager buat buka laptop, terus males
juga hehehehe *bitter laugh* dan udah lama gak cuci piring. (Baca ini biar ngerti: Throw to the back)
But
here I am!
To
be honest, aku bingung mau nulis apa disini. Tapi suatu hari,
lagi melamun, sambil cuci piring (akhir-akhir ini lagi sering bikin kue atau
roti, terus cuciannya numpuk, jadi makin sering cuci piring), aku memikirkan
kemana aku akan melangkah. Maksudnya, apa yang mau aku lakukan setelah ini? Mau
ngapain abis cuci piring? Lalu meluas, mau ngapain setelah kuliah? Meluas lagi,
nanti masa depan gimana? Kerja? Menikah? Punya anak? Tua? Pulang ke surga? Atau
tahap menikah dan punya anak tidak kualami? Langsung tua dan pulang ke surga?
Lalu sepanjang hidup ini, apa aja yang akan kulalui? Kuhadapi? Masalah? Beban?
Kekecewaan? Sukacita? Kesedihan?
Lalu setelah cuci
piring, seperti biasa aku naik ke kamarku. Terus buka-buka blog ini, baca
postingan yang terakhir kutulis. Ada satu paragraf yang pas bacanya aku
bingung, kok bisa ya aku nulis hal ini.
”Masa
depan atau hal yang ada di depanmu memang sulit diterka, karena itu rahasia
yang tidak dibocorkan Tuhan untukmu. ‘Lakukan bagianmu dan aku akan melakukan
bagian-Ku.’ Suatu perkataan yang terkadang bisa menghiburku, dan terkadang bisa
membuatku bertanya, kapan Tuhan akan melakukan bagian-Nya? (mungkin Tuhan akan
menggelengkan kepala-Nya saat mendengar keluhanku.)” Selengkapnya di: Part 1
Setelah aku selesai
membaca statement yang bahkan aku lupa aku pernah nulis ini, aku tertawa. Apalagi
pas baca kata-kata yang ada di dalam kurung. Membayangkan Tuhan mungkin akan
geregetan melihat kecemasanku. Hehehe.
Tapi, aku semakin sadar
bahwa aku lemah. Seakan buta, dan bingung kemana harus melangkah. Akhirnya
curious, selalu overthinking, benarkah hal yang kulakukan sekarang? Apa yang
tadi aku katakan menyinggung orang lain? Duh, kalau orang lain saja tersinggung
apalagi Tuhan? Akhirnya sering menyesal, dan memilih tidak melakukan apa-apa.
Mengurangi resiko.
Dan, satu kesalahan
yang kusadari adalah, aku tahu bahwa aku lemah, tapi aku lupa kepada siapa aku
harus pegangan. Tunggu, bukannya aku sombong, bukannya aku tidak butuh Tuhan,
tapi yang kurasakan, ketika aku benar-benar jatuh, ketika aku merasa begitu
hancur, ketika aku merasa aku adalah manusia paling berdosa di muka bumi ini,
aku malah minder, dan merasa tidak pantas untuk mengakui semuanya di hadapan
Tuhan.
Sounds stupid, but
that’s the reality. Aku langsung berpikir: “Ah, Tuhan juga udah tau gimana
perasaan gua.Ya udah lah.” Berulang terus, sampai akhirnya ketika aku semakin
sedih dan aku malah bertanya kapan Tuhan akan melakukan bagian-Nya?
Akhirnya, semua
berjalan seolah ya memang kamu yang mengkehendaki semua ini untuk berjalan.
Ibaratnya ketika kamu mengendarai sebuah kapal. Kamu awaknya, penumpangnya kamu
juga, dan nahkodanya... ya kamu juga. Jadi ketika kamu pusing dan kapalmu
menabrak karang lalu karam, siapa yang kamu salahkan? Kapalnya? Ombaknya?
Karangnya? Atau bahkan dirimu sendiri yang kamu salahkan?
Aku takut salah
ngomong, tapi ini pendapatku. Coba bayangkan apabila ada pihak lain yang
menemanimu. Misalnya kamu jadi penumpang, awak dan nahkodanya orang lain yang
lebih ahli. Tentu kamu akan merasa aman kan? Lalu kamu jadi awak, penumpang dan
nahkodanya orang lain. Ketika kamu bingung kamu harus melakukan apa, kamu bisa
minta saran ke penumpang, dan minta diarahkan oleh nahkoda. Terus, kamu jadi
nahkoda. Kemudian orang lain menjadi penumpang dan awak. Kamu akan dipercaya
oleh mereka, sekalipun ada ombak besar dihadapanmu.
Lalu aku membayangkan,
pihak lain itu adalah Tuhan. Ketika aku jadi penumpang, Tuhan yang memimpin
pelayaranku. Ketika aku menjadi awak, Tuhan yang akan membimbingku. Ketika aku
menjadi nahkoda, Tuhan yang mempercayakan kepadaku segala hal untuk
kemuliaan-Nya, sekalipun hal itu tidak mudah, bagai ombak besar di hadapanku.
“Takut
adalah perasaan yang umum. Kita mengkhawatirkan orang yang kita cintai,
kebutuhan kita, dan masa depan yang belum kita ketahui. Bagaimana kita dapat
belajar untuk beriman? Tuhan telah memberi kita suatu dasar untuk membangun
keyakinan kita kepada-Nya.”- Santapan Rohani 11 Januari 2015.
“Karena
Allah telah berfirman: ‘Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku
sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau.’”- Ibrani 13:5-6.
”Many
things about tomorow, I don’t seem to understand. But I know who holds
tomorrow, and I know who holds my hand.”
Akhirnya aku sadar
bagaimana caranya aku melakukan bagianku. Just
do my best, ask and seek Him, and let God and time answer it.
Comments
Post a Comment